epidemiologi lingkungan
TUGAS
EPIDEMIOLOGI LINGKUNGAN
MAKALAH
KAITAN PENYAKIT TB PADA AGENT, HOST, DAN LINGKUNGAN
(Studi
Kasus Kota Pariaman)
Dosen
Pembimbing
Taufik
Ihsan, MT

Disusun
Oleh
Nelsy
Mariza Syahyuda
1310024428021
SEKOLAH
TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI (STTIND) PADANG
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur diberikan kepada Allah SWT yang
mana berkat rahmat dan karunianyalah makalah ini dapat kami selesaikan. Makalah
ini berjudul Kaitan Penyakit TB pada Agent, Host, Lingkungan. Makalah ini di
buat guna melengkapi tugas mata kuliah Epidemiologi Lingkungan yang dibimbing
oleh Taufik Ihsan, MT.
Salawat dan salam semoga tetap tercurah pada
Nabi akhir zaman Muhammad SAW, dengan keinginan besar makalah ini dapat
terselesaikan dan dapat menjadi bahan tambahan bagi penilaian dosen pada bidang
studi Epidemiologi Lingkungan. Semoga makalah ini menjadi suatu informasi yang
berguna yang dapat diambil mamfaatnya oleh semua pihak yang membacanya serta
menjadi suatu bahan yang dapat dibahas untuk menjadi kesadaran kita dalam
menjaga lingkungan nantinya.
Ucapan terima kasih di sampaikan kepada semua
pihak yang telah membantu dalam menyusun makalah ini. Dengan sangat menyadari
makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, apabila ada penulisan kata
yang salah saya selaku pembuat makalah ini memohon maaf atas kesalahan yang di
buat.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I DATA EKSISTING KASUS
1.1 Tempat Kejadian ….……………………….……………………....… 1
1.2 Jenis Wabah ……….………………….…………………………..…. 1
1.3 Korban ……………..……………………………….……………….. 2
1.4 Penyebab
……….………………………………………………….... 3
BAB II IDENTIFIKASI MODEL GORDON
2.1 Agent pada Studi Kasus …...………………………………………… 6
2.2 Host pada Studi Kasus ……...….……………………………………. 6
2.3 Lingkungan pada Studi Kasus
………………………………………. 7
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Analisis Kasus Bedasarkan Konsep Gordon
………………………… 10
3.2 Kesimpulan …………………..……………………………………… 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
DATA EKSISTING KASUS
1.1 Tempat Kejadian
Pada
data kasus yang diambil untuk kaitan dengan agent, host dan lingkungan maka
studi kasus diambil di Kota Pariaman.
Makalah ini dibuat demi memenuhi tugas mata kuliah Epidemiologi Lingkungan dan
juga sebagai penambahan ilmu dalam pengkajian tentang bagaimana langkah kita
dalam menjaga lingkungan serta kesehatan. Kota Pariaman dipilih karena dari
data yang didapat yang terkena penyakit dan kurangnya ilmu pengetahuan dalam
memahami lingkungan dan kaitannya pada kesehatan. Sangat berguna jika makalah
ini diterima sebagai ilmu pengetahuan yang patut dipedomani dalam kehidupan
masyarakat untuk sadar diri akan lingkungan dan penyebab kesehatannya. Maka
dari itu tempat yang dipilih adalah Kota Pariaman.
1.2
Jenis Wabah
Penyakit
yang diambil dan dikaitkan dengan judul diatas adalah TB (Turbecolus). Penyakit
ini banyak terjadi di Kota Pariaman. Batuk
kering atau penyakit tuberkulosis
(sering digelar tibi) adalah jangkitan bakteria Mycobacterium
tuberculosis, yang
biasanya menyerang paru-paru (TB pulmonari) dan ia juga mampu
menyerang sistem saraf tunjang (meningitis), sistem
limfa, sistem
peredaran (TB
miliari), sistem genitourinari, tulang, sendi dan lain-lain. Tuberkulosis biasanya
menyerang paru-paru, namun juga bisa berdampak pada
bagian tubuh lainnya. Tuberkulosis menyebar melalui udara ketika seseorang
dengan infeksi TB aktif batuk, bersin, atau menyebarkan butiran ludah mereka
melalui udara.[2] Infeksi TB umumnya bersifat asimtomatikdan laten. Namun hanya satu dari sepuluh
kasus infeksi laten yang berkembang menjadi penyakit aktif. Bila Tuberkulosis
tidak diobati maka lebih dari 50% orang yang terinfeksi bisa meninggal.
Gejala
klasik infeksi TB aktif yaitu batuk kronis dengan bercak darah sputum atau dahak, demam, berkeringat
di malam hari, dan berat badan turun. (dahulu TB disebut penyakit
"konsumsi" karena orang-orang yang terinfeksi biasanya mengalami
kemerosotan berat badan.) Infeksi pada organ lain menimbulkan gejala yang
bermacam-macam. Diagnosis TB aktif bergantung pada hasil radiologi (biasanya melalui sinar-X dada) serta pemeriksaan mikroskopis dan
pembuatan kultur mikrobiologis cairan tubuh. Sementara itu,
diagnosis TB laten bergantung pada tes
tuberkulin kulit/tuberculin skin test (TST) dan tes darah. Pengobatan sulit dilakukan dan memerlukan
pemberian banyak macam antibiotik dalam jangka waktu lama. Orang-orang yang
melakukan kontak juga harus menjalani tes penapisan dan diobati bila perlu. Resistensi antibiotik merupakan masalah yang bertambah
besar pada infeksi tuberkulosis
resisten multi-obat
(TB MDR). Untuk mencegah TB, semua orang harus menjalani tes penapisan penyakit
tersebut dan mendapatkan vaksinasi basil Calmette–Guérin. Bila infeksi Tuberkulosis yang
timbul menjadi aktif, sekitar 90%-nya selalu melibatkan paru-paru.
Gejala-gejalanya antara lain berupa nyeri dada dan batuk berdahak yang
berkepanjangan. Sekitar 25% penderita tidak menunjukkan gejala apapun (yang
demikian disebut "asimptomatik"). Kadangkala, penderita mengalami
sedikit batuk darah. Dalam kasus-kasus tertentu yang
jarang terjadi, infeksi bisa mengikis ke dalam arteri pulmonalis, dan menyebabkan pendarahan parah
yang disebut Aneurisma Rasmussen. Tuberkulosis juga bisa berkembang
menjadi penyakit kronis dan menyebabkan luka parut luas di bagian lobus atas
paru-paru. Paru-paru atas paling sering terinfeksi. Alasannya belum begitu
jelas. Kemungkinan karena paru-paru atas lebih banyak mendapatkan aliran udara
atau bisa juga karena drainase limfa yang kurang baik pada paru bagian
atas.
1.3 Korban
Penanggulangan tuberculosis, khususnya TB
paru di lndonesia telah dimulai sejak tahun 1969, namun
jumlah penderita TB paru semakin meningkat. Penelitian kualitatif etnografis
ini bertujuan untuk mengkaji upaya kemandirian masyarakat dalam upaya
pencegahan penularan penyakit TB paru. Cara pengumpulan data observasi
partisipatori, wawancara mendalam dengan informan penderita TB paru dan
keluarga. Lokasi penelitian di Kota Pariaman. Masyarakat Kota Paraiaman
yang terkena infeksi oleh Virus TB. Pada tahun 2013 saja banyak masyarakat yang
tersenrang penyakit TB karena kurangnya pengetuhuan dan kebersihan dari
masyarakat itu sendiri. Perkembangan dari infeksi TB menjadi penyakit TB yang
nyata muncul saat basil mengalahkan pertahanan sistem imun dan mulai
memperbanyak diri. Pada penyakit TB primer (sejumlah 1–5% dari kasus),
perkembangan ini muncul segera setelah infeksi awal. Namun, pada kebanyakan
kasus, suatu Infeksi laten muncul tanpa gejalan yang nyata.
Kuman yang dorman ini menghasilkan tuberkulosis aktif pada 5–10% dari kasus
laten ini, dan pada umumnya baru akan muncul bertahun-tahun setelah infeksi.
Resiko
reaktivasi meningkat sebagai akibat imunosupresi, seperti misalnya disebabkan
oleh infeksi HIV. Pada orang yang juga terinfeksi oleh “M. tuberculosis” dan
HIV, resiko adanya reaktivasi meningkat hingga 10% per tahun. Studi yang
menggunakan sidik DNA dari galur “M. tuberculosis”menunjukkan bahwa infeksi
kembali menyebabkan kambuhnya TB lebih sering dari yang diperkirakan. Infeksi
kembali dapat dihitung lebih dari 50% kasus dimana TB biasa ditemukan. Peluang
terjadinya kematian karena tuberkulosis adalah kurang lebih 4% pada tahun 2008,
turun dari 8% pada tahun 1995.
1.4 Penyebab
Sekitar
4000 tahun yang lampau, peradaban manusia dikejutkan dengan munculnya epidemi
penyakit yang menyerang organ pernapasan utama manusia, yaitu paru-paru.
Akhirnya dunia pun tahu, ketika Robert Koch (1882) berhasil mengidentifikasi
kuman penyebab infeksi tersebut, Mycobacterium tuberculosis.
Tuberculosis atau penyakit TBC adalah suatu
penyakit infeksi yang bisa bersifat akut maupun kronis dengan ditandai
pembentukan turbekel dan cenderung meluas secara lokal. Selain itu, juga
bersifat pulmoner maupun ekstrapulmoner dan dapat mempengaruhi organ tubuh
lainnya. Hingga kini, TBC menjadi salah satu problem utama kesehatan dunia,
terutama di negara berkembang. Menurut perkiraan WHO (1964) untuk dunia, secara
keseluruhan sekitar 15 juta jiwa menderita infeksi TBC dan lebih dari 3 juta
kematian dapat dihubungkan dengan TBC, serta diestimasikan untuk tiap tahunnya
muncul 2-3 juta kasus baru TBC.
Geografis
dan distribusi temporal dari TBC berbeda-beda baik tempat maupun waktu. Dalam
perkembangannya, kematian yang disebabkan oleh TBC perlahan menurun, sehingga
TBC sebagai penyebab kematian turun dari posisi ke-2 pada tahun 1900 menjadi
posisi ke-16 di tahun 1960. Namun kenyataan diatas tidak berlaku di
beberapa tempat yang kurang berkembang aspek pencegahannya terutama di belahan
dunia ketiga. TBC tetap menjadi penyebab kematian dini dan ketidakmampuan,
dengan lebih dari 70% anak-anak terinfeksi sebelum berumur 14 tahun.
Penyebab
utama penyakit TB adalah Mycobacterium tuberculosis, yaitu sejenis basil aerobik kecil yang non-motil. Berbagai
karakter klinis unik patogen ini disebabkan oleh tingginya kandungan lemak/lipid yang dimilikinya. Sel-selnya membelah setiap 16 –20 jam. Kecepatan pembelahan
ini termasuk lambat bila dibandingkan dengan jenis bakteri lain yang umumnya
membelah setiap kurang dari satu jam. Mikobakteria memiliki lapisan ganda membran luar lipid. Bila dilakukan uji pewarnaan
Gram, maka MTB akan
menunjukkan pewarnaan "Gram-positif" yang lemah atau tidak
menunjukkan warna sama sekali karena kandungan lemak dan asam mikolat yang tinggi pada dinding selnya. MTB
bisa tahan terhadap berbagai disinfektan lemah dan dapat bertahan hidup dalam kondisi
kering selama
berminggu-minggu. Di alam, bakteri hanya dapat berkembang dalam sel inang organisme tertentu, namun M.
tuberculosis bisa dikultur di laboratorium.
Dengan
menggunakan pewarnaan histologis pada sampel dahak yang diekspektorat, peneliti dapat mengidentifikasi MTB
melalui mikroskop (dengan pencahayaan) biasa. (Dahak juga disebut
"sputum"). MTB mempertahankan warna meskipun sudah diberi perlakukan
larutan asam, sehingga dapat digolongkan sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Dua jenis teknik pewarnaan
asam yang paling umum yaitu: teknik pewarnaan
Ziehl-Neelsen, yang
akan memberi warna merah terang pada bakteri BTA bila diletakkan pada latar
biru, dan teknik pewarnaan
auramin-rhodamin lalu
dilihat dengan mikroskop fluoresen.
Kompleks
M. tuberculosis (KMTB) juga termasuk mikobakteria lain yang juga menjadi penyebab TB: M. bovis, M.
africanum, M.
canetti, dan M.
microti. M.
africanum tidak menyebar luas, namun merupakan penyebab penting
Tuberkulosis di sebagian wilayah Afrika. M. bovis merupakan penyebab
umum Tuberkulosis, namun pengenalan susu
pasteurisasi telah
berhasil memusnahkan jenis mikobakterium yang selama ini menjadi masalah
kesehatan masyarakat di negara-negara berkembang ini. M. canetti
merupakan jenis langka dan sepertinya hanya ada di kawasan Tanduk
Afrika, meskipun
beberapa kasus pernah ditemukan pada kelompok emigran Afrika. M. microti
juga merupakan jenis langka dan seringkali ditemukan pada penderita yang
mengalami imunodefisiensi, meski demikian, patogen ini kemungkinan bisa
bersifat lebih umum dari yang kita bayangkan. Mikobakteria patogen lain yang juga sudah
dikenal antara lain M. leprae, M. avium, dan M.
kansasii. Dua
jenis terakhir masuk dalam klasifikasi "Mikobakteria
non-tuberkulosis"
(MNT). MNT tidak menyebabkan TB atau lepra, namun menyebabkan penyakit paru-paru
lain yang mirip TB.
BAB II
IDENTIFIKASI MODEL GORDON
2.1 Agent pada Studi Kasus
Karakteristik alami dari agen TBC hampir
bersifat resisten terhadap disifektan kimia atau antibiotika dan mampu bertahan
hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu yang lama.
Pada Host, daya infeksi dan
kemampuan tinggal sementara Mycobacterium Tuberculosis sangat tinggi.
Patogenesis hampir rendah dan daya virulensinya tergantung dosis infeksi dan
kondisi Host. Sifat resistensinya merupakan problem serius yang sering
muncul setelah penggunaan kemoterapi moderen, sehingga menyebabkan keharusan
mengembangkan obat baru. Penyebab penyakit ini adalah kerusakan pada paru yang
disebabkan oleh virus yang diatas. Penyakit ini dapat menyebabkan gangguan pada
pernafasan seperti batuk dan sesak nafas. Di Kota Pariaman didata oleh
Pemerintah Kesehatan Setempat banyak yang terkena infeksi oleh viris ini. Serta
juga dapat menyebar ketulang dan lain-lainnya. Adapun juga penyakit ini
disebabkan dengan factor keturunan dan penyakit ini juga menular. Umumnya
sumber infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang terinfeksi. Untuk
transmisinya bisa melalui kontak langsung dan tidak langsung, serta transmisi
kongenital yang jarang terjadi.
2.1 Host pada Studi Kasus
Umur merupakan faktor terpenting dari
Host pada TBC. Terdapat 3 puncak kejadian dan kematian ;
1)
Paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua
penderita.
2)
Paling luas pada masa remaja dan dewasa muda sesuai
dengan pertumbuhan, perkembangan fisik-mental dan momen kehamilan pada wanita.
3)
Puncak sedang pada usia lanjut. Dalam perkembangannya,
infeksi pertama semakin tertunda, walau tetap tidak berlaku pada golongan
dewasa, terutama pria dikarenakan penumpukan grup sampel usia ini atau tidak
terlindung dari resiko infeksi.
Pria lebih umum
terkena, kecuali pada wanita dewasa muda yang diakibatkan tekanan psikologis
dan kehamilan yang menurunkan resistensi. Penduduk pribumi memiliki laju
lebih tinggi daripada populasi yang mengenal TBC sejak lama, yang disebabkan rendahnya
kondisi sosioekonomi. Aspek keturunan dan distribusi secara familial sulit
terinterprestasikan dalam TBC, tetapi mungkin mengacu pada kondisi keluarga
secara umum dan sugesti tentang pewarisan sifat resesif dalam
keluarga. Kebiasaan sosial dan pribadi turut memainkan peranan dalam
infeksi TBC, sejak timbulnya ketidakpedulian dan kelalaian. Status gizi,
kondisi kesehatan secara umum, tekanan fisik-mental dan tingkah laku sebagai
mekanisme pertahanan umum juga berkepentingan besar. Imunitas spesifik dengan
pengobatan infeksi primer memberikan beberapa resistensi, namun sulit untuk
dievaluasi. Di Kota Pariaman umunnya yang terkena penyakit ini adalah
masyarakat kelangan bawah seperti anak-anak yang sangat rentan terinfeksi
penyakit ini karena sistim imun yang tidak kuat, sehingga dapat terinfeksi
dengan bergitu mudah. Kalangan tidak mampu atau miskin juga sangat rentan
karena lingkungan yang tidak sehat serta pemakaian air yang tidak bersih untuk
dikosumsi.
2.3 Lingkungan pada Studi Kasus
Distribusi geografis TBC mencakup
seluruh dunia dengan variasi kejadian yang besar dan prevalensi menurut tingkat
perkembangannya. Penularannya pun berpola sekuler tanpa dipengaruhi musim dan
letak geografis. Pada lingkungan juga dapat terkena penyakit ini oleh lingkungan
fisiknya yaitu seperti udara, air dan unsure kimiawi seperti bersin didekat
orang yang beklum terinfeksi, maka orang yang sehat juga bisa dapat terjangkit
penyakit itu sendiri, terserang secara tidak langsung. Pada lingkungan sosial
juga perlu diperhatikan, kurangnya sosialisasi dalam masyaakat pada penyakit
ini dan juga pengetahuan tentang penyakit TB maka menyebabkan masyarakat dapat
terinfeksi dengan mudah. lingkungan yang kualitas hidupnyakurang sehat maka
juga sangat mudah untuk terinfeksi.
Keadaan sosial-ekonomi merupakan hal
penting pada kasus TBC. Pembelajaran sosiobiologis menyebutkan adanya korelasi
positif antara TBC dengan kelas sosial yang mencakup pendapatan, perumahan,
pelayanan kesehatan, lapangan pekerjaan dan tekanan ekonomi. Terdapat pula
aspek dinamis berupa kemajuan industrialisasi dan urbanisasi komunitas
perdesaan. Selain itu, gaji rendah, eksploitasi tenaga fisik,
penggangguran dan tidak adanya pengalaman sebelumnya tentang TBC dapat juga
menjadi pertimbangan pencetus peningkatan epidemi penyakit ini. Pada lingkungan
biologis dapat berwujud kontak langsung dan berulang-ulang dengan hewan ternak
yang terinfeksi adalah berbahaya.
Periode
Pathogenesis (Interaksi Host-Agent)
Interaksi
terutama terjadi akibat masuknya Agent ke dalam saluran respirasi dan
pencernaan Host. Contohnya Mycobacterium melewati barrier
plasenta, kemudian berdormansi sepanjang hidup individu, sehingga tidak
selalu berarti penyakit klinis. Infeksi berikut seluruhnya bergantung pada
pengaruh interaksi dari Agent, Host dan Lingkungan.
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1 Analisis Kasus
Bedasarkan Konsep Gordon
Pada
halnya Studi Kasus Penyakit TB di Kota Pariaman dengan analisis konsep Gordon lebih
memberatkan pada host yang berpengaruh langsung terhadap lingkungan. Berkaitan
dengan perjalanan alamiah dan peranan Agent, Host dan
Lingkungan dari TBC, maka tahapan pencegahan yang dapat dilakukan antara lain :
1. Pencegahan Primer
Dengan
promosi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TBC paling efektif, walaupun
hanya mengandung tujuan pengukuran umum dan mempertahankan standar kesehatan
sebelumnya yang sudah tinggi. Proteksi spesifik dengan tujuan pencegahan
TBC yang meliputi ;
a. Imunisasi
Aktif, melalui vaksinasi BCG secara nasional dan internasional pada daerah
dengan angka kejadian tinggi dan orang tua penderita atau beresiko tinggi
dengan nilai proteksi yang tidak absolut dan tergantung Host tambahan
dan lingkungan.
b. Chemoprophylaxis,
obat anti TBC yang dinilai terbukti ketika kontak dijalankan dan tetap harus
dikombinasikan dengan pasteurisasi produk ternak.
c. Pengontrolan
Faktor Prediposisi, yang mengacu pada pencegahan dan pengobatan diabetes,
silicosis, malnutrisi, sakit kronis dan mental.
2. Pencegahan Sekunder
Dengan
diagnosis dan pengobatan secara dini sebagai dasar pengontrolan kasus TBC yang
timbul dengan 3 komponen utama ; Agent, Host dan Lingkungan.
Kontrol
pasien dengan deteksi dini penting untuk kesuksesan aplikasi modern kemoterapi
spesifik, walau terasa berat baik dari finansial, materi maupun tenaga. Metode
tidak langsung dapat dilakukan dengan indikator anak yang terinfeksi TBC
sebagai pusat, sehingga pengobatan dini dapat diberikan. Selain itu,
pengetahuan tentang resistensi obat dan gejala infeksi juga penting untuk
seleksi dari petunjuk yang paling efektif. Langkah kontrol kejadian kontak
adalah untuk memutuskan rantai infeksi TBC, dengan imunisasi TBC negatif dan Chemoprophylaxis
pada TBC positif. Kontrol lingkungan dengan membatasi penyebaran penyakit,
disinfeksi dan cermat mengungkapkan investigasi epidemiologi, sehingga
ditemukan bahwa kontaminasi lingkungan memegang peranan terhadap epidemi
TBC. Melalui usaha pembatasan ketidakmampuan untuk membatasi kasus baru
harus dilanjutkan, dengan istirahat dan menghindari tekanan psikis.
3. Pencegahan Tersier
Rehabilitasi
merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dimulai dengan diagnosis kasus
berupa trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian diri secara psikis,
rehabilitasi penghibur selama fase akut dan hospitalisasi awal pasien, kemudian
rehabilitasi pekerjaan yang tergantung situasi individu. Selanjutnya, pelayanan
kesehatan kembali dan penggunaan media pendidikan untuk mengurangi cacat sosial
dari TBC, serta penegasan perlunya rehabilitasi.
Selain
itu, tindakan pencegahan sebaiknya juga dilakukan untuk mengurangi perbedaan
pengetahuan tentang TBC, yaitu dengan jalan sebagai berikut :
- Perkembangan media.
- Metode solusi problem keresistenan obat.
- Perkembangan obat Bakterisidal baru.
- Kesempurnaan perlindungan dan efektifitas
vaksin.
- Pembuatan aturan kesehatan primer dan
pengobatan TBC yang fleksibel.
- Studi lain yang intensif.
- Perencanaan yang baik dan investigasi
epidemiologi TBC yang terkontrol.
3.2 Kesimpulan
Dari hasil telaah pustaka dan
kajian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut :
- TBC adalah suatu infeksi bakteri menular yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang utama menyerang
organ paru manusia.
- TBC merupakan salah satu problem utama
epidemiologi kesehatan didunia.
- Agent,
Host dan Lingkungan merupakan faktor penentu yang saling
berinteraksi, terutama dalam perjalanan alamiah epidemi TBC baik periode
Prepatogenesis maupun Patogenesis. Interaksi tersebut dapat digambarkan
dalam Bagan “Segitiga Epidemiologi TBC”.
- Pada konsep
Gorden, host meberatkan agent ke lingkungan, suatu keadaan yang
terpengaruh pada agent penyakit secara langsung kelingkungan.
Pencegahan
terhadap infeksi TBC sebaiknya dilakukan sedini mungkin, yang terdiri dari
pencegahan primer, sekunder dan tersier (rehabilitasi).
DAFTAR
PUSTAKA
Chandra, Budiman Dr. 1996. Pengantar Prinsip dan Metode Epidemiologi.
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta
Pramareola. 2010. “Artikel Epidemiologi”. Tuberculosis Interaksi Agent, Host, Lingkungan Terhadap Tahapan Pencegahannya,
(Online), (https://pramareola14.wordpress.com, diakses 15 Mei 2015).
World Health Organitation (WHO). 2004. Epidemiologi Of Tuberculosis, (Online), (http://who.org/orgs/dissease/tuberculosis/epidemiology.htm, diakses
15 Mei 2015).
Octaviana, S.Si, M.Kes, Devi. 2013.
“Epidemiologi”. Host, Agent dan Lingkungan, (Online), (https://environmental.wordpress.com, diakses 07 Mei
2015).


Komentar
Posting Komentar